
1 November 1999
“Nanti sore ke rumahku ya. Ada pesta.”
Begitu kata mulut kecil gadis berusia 9 tahun. Entah angin apa yang membawanya membuat pesta kecil di rumah. Ibu pasti akan terkejut jika mengetahui putrinya tiba-tiba mengundang semua teman perempuan sekelas datang ke rumah.
Terlintas sebuah ide kreatif, walau sangat sederhana di pikiran penyuka boyband Westlife itu. Roti ulang tahun WAFER! Dengan cara menumpuknya, wafer akan menjadi bahan yang cocok untuk membuat suasana sore nanti meriah.
Digenggamnya uang beberapa ratus rupiah. Berjalanlah ia ke warung dekat rumah. Tak sampai lima menit, ia sudah berada di ruang tamu dengan dua bungkus wafer bermerek nama tarian Latin.
Ini bagusnya pakai alas baki bunga sepatu itu, gumamnya. Berlarilah ia mencari alas rotinya. Pasti nanti rotiku unik banget deh, pikir anak gadis berkulit sawo matang itu.
Wafer telah selesai ditumpuk. Persis bentuk piramida yang ada di Timur Tengah. Lilin putih sisa penerangan di kala mati listrik membuat hidangan itu pantas diberi nama roti ulang tahun. Setidaknya, memakai ukuran kepantasan gadis kecil itu.
“Apa? Pesta? Kamu ngundang temenmu datang ke pesta ulang tahunmu?” Terkaget-kaget, ibu berusia kepala tiga itu membelalakkan mata. Ditatapnya putri kecil pertamanya. Ada sebuah harapan di sana.
“Ya, sudah. Nanti yang datang berapa orang? Kamu cuma bikin roti wafer ini aja?” tanya Ibu sembari menunjuk roti unik piramid di meja ruang tamu. “Teman cewek semua, Bu. Kira-kira 14. Iya, cuma itu.” Dhita, nama gadis kecil itu, tersenyum dan menampakkan giginya.
Menghela napas dan mengelus dada awalnya. Tapi dengan sigap beliau menyuruh anak pertamanya itu membelikan semua hal yang dibutuhkan untuk pesta.
Mungkin perempuan yang berprofesi guru itu berpikir bahwa menyenangkan anak di usianya yang genap 9 tahun ini sekali-kali tak apa. Toh, dia sudah bekerja keras mengundang semua temannya dan membeli dua bungkus wafer untuk menjamu mereka.
“Nih, sana, beli jajan. Tiga macam. Jumlahnya 14 ya masing-masing. Nanti Ibu bungkus pakai kresek, untuk oleh-oleh temanmu saat pulang.” Dhita bergegas lari ke warung tempat ia membeli wafer. Kali ini, dia memborong lebih banyak jajan.
“Dhita, selamat ulang tahun.” Azan Ashar baru selesai beberapa menit yang lalu. Satu per satu teman kelasnya datang membawa kado dan memberinya ucapan.
Tibalah di puncak acara, gadis tomboy penyuka celana pendek ini meniup lilin putihnya dengan rasa bahagia. Sebelumnya, para teman perempuan menyanyikan lagu Selamat Ulang Tahun dengan lirik akhir “Tiup lilinnya”. Seperti pesta ulang tahun kebanyakan.
Fuuuhhh!
Tepuk tangan keras mengiringi matinya api lilin. Makan jajan dan minum es sirup menjadi penutup pesta kecil dadakan sore ini. Saat jarum pendek menunjukkan angka lima, teman-teman Dhita mulai pamit sambil membawa tentengan.
Ibu tersenyum bahagia melihat anaknya bahagia pula di pesta dadakannya itu. Kado yang sudah diberikan, ia buka satu per satu. Kado terunik yang dia buka adalah sabun mandi yang wangi seperti di iklan TV. Wangiii! gumamnya.
1 November 2019.
Dua puluh tahun yang lalu terlewati sudah. Aku mengingat lagi peristiwa yang memang paling unik di kala jumlah usiaku bertambah. Pada 20 tahun yang lalu, aku tak berpikir banyak untuk membuat sebuah pesta yang kiranya sama dengan pesta ulang tahun kebanyakan.
Jika di usia ini ini aku memiliki ide kreatif lain, pastilah aku akan berpikir banyak untuk mewujudkannya. Apakah dananya mencukupi? Apakah aku harus mengundang semua temenku? Atau teman yang mana yang bakal aku undang?
Terlebih lagi, aku pasti akan berpikir untuk apa aku merayakan pesta ulang tahunku di usia 29 ini? Sudah hampir beberapa tahun ini, aku jarang sekali membuat pesta, bahkan untuk untuk anakku sendiri.
Akhirnya aku hanya memutuskan, melewatkan semua pesta dan beralih mensyukurinya dengan mengapresiasi diri.
Kamu sudah bekerja dengan baik, Dhita!
Kamu sudah belajar banyak dari kehidupanmu.
Kamu sudah selalu berjuang untuk lebih baik lagi.
Dan masih banyak lagi kalimat apresiasi untuk diri. Mengapresiasi diri berarti mensyukuri nikmat Allah. Karena Dia, aku sekarang seperti ini. Karena Dia, aku makin yakin bahwa semua orang terberkati melalui semua pelajaran yang telah usai.
Ehm, kali ini, aku punya ide kreatif juga sih sebenernya. Bukan pesta kejutan. Aku hanya meminta kedua laki-lakiku di rumah memotong rambutnya yang sudah panjang agar rapi. Itu saja. Semoga terkabul. 😀
Bantul, 1 November 2019.
Tulisan ini untuk mengapresiasi diri yang bertumbuh di usia ini (29). Barakallahu fiik.
Wah barakallah Mbak Dhita sudah bertambah usianya. Moga makin barokah
Aamiin ya Rabb. Makasih Mbak Dian. Setahun ini sudah membersamaiku belajar blog 😘. Semoga Mbak Dian juga sehat juga gangsar lahirannya.